Rabu, 02 November 2011

MELATI PERMATAHATIKU



tebarkan harummu pada purnama
sebab pasti cinta datang bertandang
di penghujung pagimu
ku menanti rekah senyum di kelopakmu
tempat rindu melebur debar dada

pada bongkahan tanah merah ku tanya
kemana nanar binar matamu memandang
ada aku di beningnya meski terasing dalam dekap raga
sebab kenangan tak akan pernah asing
meski lumat termakan waktu
harumnya tetap menetas ringkih di helai angin
jadikan riak yang tak pernah tawarkan hati

maafkan aku
telah mencuri cinta dari kelopak matamu
juga rekah senyummu
jujur
sejak saat itu aku kehilangan sepi

IBU,.........


pada dadanya lahir damai
dimana seluruh musim
melabuhkan asinnya kehidupan
dalam pelukannya
seluruh badai teduh
dari bibirnya tak pernah keguguran
seluruh doa lahir selamat
pada tapak kakinya kita belajar musim
walau langit mengirimkan murka
tak pernah berbulir duka
meski batu pecah retas airmata
ibu
sepanjang jejakmu terpeta jelas
tak pernah sesat
menuntun kami

SASANDU TAK BERDAWAI


simfoni itu merintih
dalam seribu birama elegi
saat lentik jemari anak cadas mimilin rindu
serat nada geliat “sasandu”
merangkai debar memenjarakan jiwa
tembang pelipur di tanah orang
teringat akan siul gembala
menyibak ranggas perdu pada sabana
dimana kerinduan terpeta pada retak tanah
menyeret imajiku pada kenangan masa kecil
retinaku serupa luka yang kekal
dalam tangis yang meretakkan cadas
negeriku penuh dengan busung lapar
membuat setiap orang saling memangsa
sebab batang lontar tak lagi menghasilkan “Tua Meni”

PISAH I


gerimis matamu menuntunku kembali
ke dalam kabut yang membuatku tersesat
sebab tak kutemukan lagi wajahmu yang tersimpan
di balik senyuman terakhir
ketika usai kita menautkan rindu
, kurasakan hatimu menolak
ketika Tuhan menggariskan takdirnya
bahwa kita harus berpisah lagi

tak ada lagi waktu mengepak kenangan
atau sekedar menjanjikan sisa berikutnya
saat rasa belum seluruhnya memuai

CINTAMU PALSU


aku enggan bercerita lagi tentang cinta
sebab kamu selalu datang dengan rindu yang semu
dengan nyali setajam belati bermata dua
menembus cengkraman debar dadaku
hingga aku terpaku mati kedinginan dalam gigil
hanya ada tatap kecewa berujung telaga

kamu mungkin buta dan tuli membaca hati
ketika kesetiaan terpahat sebagai bukti
seharusnya diakui sebagai tanda cinta, walau takarannya abstrak
asal kamu tahu saja, aku hanya ingin bersamamu
dengan belaian dikepalaku, menenangkan tangisku
hingga aku tenang berbaring dalam pelukanmu yang paling ibu

tepatnya menenangkan pikiranku
meredakan kegelisahan hati
memupuk rasa percaya hingga lupa mencumbui bayangmu

HARAPKU


haruskah ku tetap menunggu pagi
dengan harap tanpa ragamu
sebab kita salah tambatkan hati
karena kita hanya sekedar melukis rindu yang perih

masih termeterai dipikiranku
kau sematkan cinta di degub dada
tentang indahnya rasa sebelum pisah
menghempaskan semua warna

jujur
tanganku tak cukup panjang memelukmu
sebab jarak selalu membentengi rasa, menjegal rindu
harap tak membuatku mampu beranjak
menjemput ikrar untuk menautkan jemari
tapi yakinlah hatiku mampu memelukmu dengan cintaku
ijinkan aku menulis didinding hatimu bidadari kecilku
tempat aku menyimpan lembaran hatiku
agar kamu dapat membacanya

karena aku merindukan mu