Kamis, 29 November 2012

PERAHU RETAK




kasih, dalam kesamaan rasa kita bertemu
saat cinta menjadi buta,
realitapun kehilangan logika
hingga kita bersepakat membangun biduk
arungi segalah asinnya kehidupan

kini risalah hati semakin terkoyak
saat beban masalah silih berganti hadir
kamu mulai melipat kenangan dengan rapi
lalu berpurapura tegar mendekap perihnya dada

seharusnya kita tutupi kekurangan menjadi kelaziman
selamanya, hati kita selalu bergenggaman dalam pengertian
saling bersandar, menopang dan memapah
hingga sadar kita telah mengakhirinya dengan baik

seharusnya kamu jangan memintaku menepi
hanya untuk melipat kenangan
dengan rapih dan menyimpannya dengan baik
“bukankah badai melahirkan pelaut yang tangguh”
sebab hidup ini harus di hadapi bukan untuk dihindari
sepahit apapun jika bersama kita pasti bisa

photograpy by Sonny Saban

Selasa, 27 November 2012

CINTA MAYA KITA



 
laiknya sepasang rel, demikianlah cinta kita
selalu sarat memanggul beban rindu
singgahi halte demi halte, namun sekat selalu menjelma
tak bisa memeluk dan mengecup
keinginan selalu di selimuti kesepian
laksana hujan yang meninggalkan gigil
selalu menyimpan rahasia, dalam setiap tetesnya
 
hingga lelah menyulam musim

kita juga sering membohongi kenyataan,
lalu menutupnya dengan kemesraan
kemudian membukanya di tepian pagi yang dermaga
kadang aku menyeretmu dari mimpi ke alam nyata
lalu kita bercumbu dalam segala musim
biar cinta kita tetap terjaga

Sabtu, 17 November 2012

MAAFKAN AKU



maafkan aku, karena rinduku yang terpasung
aku tega membangunkanmu
dalam kenangan yang telah nyenyak
meski malam kian kental
saat waktu membekukan hasratku
dalam tegukan kopi yang mengampas di dasar cangkir
agar aku bisa menakar rindu bersama mu

dimana hangat tautan jemarimu
membawaku pada pendiangan yang sama
tempat kita menghangatkan hati

aku selalu merindukan mu

BUNDA ................



bunda
kemana petuahmu yang aku sebut kolot
kemana rangkaian lokomotif perintahmu
yang aku sebut nyanyian kampungan
sudah bisukah
saat uban menggiringmu menapaki senja usia

aku menyesal menyebutmu demikian
setelah pergimu aku menyesalinya
mengapa aku tak ingin menemanimu
memandang mentari yang mengatupkan mata jingganya

tanpa keluh dalam peluhmu
dzikir menjadi nyanyian bibirmu
tak lekang waktu pujianmu pada sang khalik
retinamu dalam rabun
masih saja tajam menukik pada ayatayat Suci

aku iri melihatmu banyak menanak bekal
dalam sisa perjalanan mu
bunda Tuhan begitu mencintaimu  



MEMMO BUAT AYAH



untukmu ibu
yang selalu menawarkan senyum ramah
selalu menyimpul kuat doa pada baitbait hidup yang lepas
selalu rapih menyembunyikan luka hati
dalam wajah tirusmu dengan kelembutan
wajah yang lelah selama bertahuntahun
menampung segudang risau dalam senyuman
wajah yang menyimpan banyak kerutan
lalu menyembunyikannya dalam kesibukan
menyiangi lahan dengan kasihsayang

sementara ayah, sibuk menabur pesona
lalu merampas hak anakanaknya untuk di suapi
bisanya hanya mengirim ribuan kata maaf dan janji berubah
hingga tanpa sadar mengunduli logikamu
lalu menggiringmu pada kematian

berhentilah menerima kiriman lelaki pemimpimu
setiap hari berjalan dengan airmata lalu kapan berhentinya
“disini nak; di dada ini”
sebab ayahmu sibuk mencari kenikmatan di luar pintu rumah kita”
jujur ingin ku memberikan tamparan kecil kepada ayah
agar gerak hatinya tergerak membaca hati perempuan
sebab di situ, rahasia rusuknya tersimpan rapi