Kamis, 30 Oktober 2014

INGATANKU TENTANGMU



kantung mendung pecah. hujan pun turun
basahi bingkai jendela. lalu buram
pandanganku terantuk kebekuan. ada rindu
lewat kaca jendela yang berembun. ku gariskan satu nama
itu namamu dalam arsiran rindu

ingatanku tentangmu menggenangi beranda
dalam gerimis senja lewati kampung sawah
lingkar lenganku erat dipinggangmu. lalu kita tertawa
menertawai tarian gerimis yang terberai angin

ngatanku masih hangat tentangmu
ketika rinai gerimis menyembunyikan tangismu. saat pamit
menempuh lepuh jalan secepat kilat mengendarai angin
membiarkan nanar tatapku dalam buram airmata

Senin, 13 Oktober 2014

BANTU AKU MENULIS TENTANG MU


bantu aku menulis tentangmu. seutuhnya
agar ku temukan cahaya dalam jiwa. ungkapkan rasa
menyatukan beribu aksara dalam lembar puisi
bebaskan rindu dari pernyataan yang tak pernah usai

biarkan genangan cinta ini membentuk teluk
dimana semua rinduku berlabuh. dalam damai
jadilah teluk yang dalam dan teduh
gantikan resahku yang dangkal dan berbatu

aku terbang mengikuti imaji ku. menari
meliuk diantara basah garis tinta.ciptakan irama
pada bait puisiku. ciumanmu tertaut. bisiki asa
menembus sekat jarak dan waktu. dimana aku menemu dirimu

Sabtu, 11 Oktober 2014

AKU MERINDUKAN MATA TEDUHMU




impianku mengembara. pada jejak cintamu
saat dimana matamu menyanderaku. dalam kerinduan
aku terhipnotis seperti jimat yang menuntunku
hingga keteguhan hati ini luntur. lalu tamat
pada pelukanmu yang menentramkan gelisahku

aku hanya terpaku. beku. lalu pejamkan mata
ku coba menghalau khayalku. tapi tak kunjung hilang
aku menggigil dalam dekapmu
dekapan yang melingkari sekujur tubuhku
dekapan yang melepaskan helaian doadoaku
hingga aku merasa terbang dan nyaris telanjang

genangan tinta yang terbentuk dalam aksara
adalah teluk mu yang damai. tempat ku labuhkan resahku
jadilah dermaga yang teduh dan biru
menggantikan kesepianku yang dangkal dan berbatu
aku merindukan mata teduhmu tempatku berlabuh

Senin, 06 Oktober 2014

SETELAH PERGI MU BUNDA



setelah pergimu aku menyesalinya
mengapa ku tak ingin menemanimu
memandang mentari yang mengatupkan kelopak jingganya

kini tak ada lagi petuahmu yang aku sebut kolot
tak ada rangkaian lokomotif perintahmu
yang aku sebut nyanyian kampungan
sudah bisukah

saat uban menggiringmu menapaki senja usia
tanpa keluh dalam peluhmu
dzikir menjadi nyanyian bibirmu
tak lekang waktu pujianmu pada sang khalik
retinamu dalam rabun
masih saja tajam menukik pada ayatayat Suci
ahh,.. aku iri melihatmu banyak menanak bekal
dalam sisa perjalanan mu

setelah pergimu baru aku tahu makna semuanya
kini aku harus meneruskan warisan itu pada anakanaku
warisan yang dulu aku sebut kolot dan kampungan

bunda,................
Tuhan begitu mencintaimu
sehingga dia memanggilmu agar aku bisa dewasa
dewasa dalam mendidik anakanakku