Selasa, 11 Juni 2013

PENGRAJIN TENUN IKAT "NASIBMU KIAN MALANG"



Mendapat julukan Negeri Sejuta Koruptor dan Stereotipe sebagai Propinsi ‘Miskin’ yang dipertegas dengan akronim NTT yang miris ‘Nanti Tuhan Tolong’ dan’Nasib Tidak Tentu’ membuat masyarakat Pulau Ndao dan Nuse Kabupaten Rote Ndao, Propinsi Nusa Tenggara Timur tidak hanya duduk diam dan meratapi nasib. Di tengah himpitan ekonomi dan usaha untuk mempertahankan hidup dari alam yang keras, kering dan berpasir ini telah melahirkan karyakarya handal anak daerah lewat mitos, kearifan cultural budaya, imajinasi, dan kesederhanaan lingkungan serta tradisi yang telah berurat akar membentuk karakter dan corak tenun ikat pulau Ndao dan Nuse di Kabupaten Rote Ndao menjadi Icon Dunia.
Motif-motif yang melekat pada tenun ikat Pulau Ndao dan Nuse sarat makna, terdokumentasi dengan sempurna, menggambarkan aktivitas masa lampau tentang roda kehidupan, kemasyuran juga kepahlawanan secara turun temurun. Sebab, dari lembaran-lembaran kain ini telah menceritakan kembali mitos-mitos yang hidup di dalam masyarakat yang mendiami Pulaupulau kecil ini. Dengan berbagai corak, gambar, bentuk, dan besarannya memiliki cerita tersendiri. Cerita ini terus dituturkan secara turun temurun lewat corak dan motif tenun ikat maupun nasihat dan petuahpetuah orang tua kepada anakanaknya.
Proses Pewarnaan
Di mulai dari membuat benang dari kapas, membuat motif, sampai pada taraf mencelup benang ke dalam zat pewarna yang dibuat dari bahan-bahan alami seperti kunyit, akar mengkudu, daun papaya, juga dipendam dalam lumpur tertentu untuk menghasilkan warna yang mampu bertahan bertahun-tahun. Proses pencelupan benang membutuhkan waktu satu atau dua bulan. Di masa lalu, penenun bahkan menyiapkan benang selama berbulan-bulan. Cara ini menghasilkan tenun kualitas terbaik yang warnanya tidak pudar selama puluhan tahun. Selembar kain dengan metode bunga yang tingkat kerumitannya tinggi diselesaikan selama empat sampai lima bulan perlembar.
Tuntutan kehidupan ekonomi yang semakin meningkat, membuat para penenun ikat harus terus berjuang keras melawan berbagai kesulitan yang selalu menekan menghimpit dan membunuh mereka secara perlahan dan sadis. Betapa tidak disatu sisi, hasil karya mereka tidak dihargai dengan bijak, dianggap kurang rapih, harganya mahal dan tidak lentur saat dijadikan baju, semi jas, jas, balero, hiasan dinding, taplak meja, dan lain sebagainya. Sementara disisi yang lain mereka butuh uang untuk mempertahankan hidup dan menjalankan usahanya.
Untuk mensiasati zaman yang telah maju para penenun manual ini juga mulai mencoba menggunakan metode sotis dan futus, (metode yang menggunakan bahanbahan sintesis tanpa meninggalkan motif dan corak tradisionalnya). Keadaan kehidupan yang miris, tanpa meninggalkan kearifan local budaya melalui motifmotif dan corakcoraknya para pengrajin tenun ikat ini mulai meninggalkan metode alamia yang dianggap lama, dan hasilnya juga kurang bagus. Tapi tetap saja mereka kalah dan terpuruk jatuh tak berdaya karena kekurangan modal, dan kalah bersaing dengan buatan mesin.
Proses Penenunan
Kuatnya budaya luar yang mempreteli budaya daerah juga “pola impor” oleh Negara telah melumpuhkan kreatifitas, menenggelamkan karya seni dan membunuh kehidupan rakyatnya secara perlahanlahan memasuki liang lahatnya dengan tenang. Betapa tidak motif dan corak yang dihasilkan dalam karya seni dan tenun ikat tidak pernah mendapatkan perlindungan hak cipta sebagai hasil mahakarya yang agung dari anak bangsa. Apresiasi juga motivasi dari Pemerintah tidak pernah diberikan samasekali, malah pemerintah asik mengimpor hasil tenunan Negara lain yang telah menduplikasi karya seni anak bangsanya sendiri. Sungguh sebuah penghargaan yang sangat sarkatis.
Seharusnya motif dan corak yang telah turun temurun di tuturkan dan terdokumentasikan dengan baik lewat karyakarya intelektual dengan kesederhanaan cultural budaya ini diakui. Mendapatkan perlindungan hukum sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku sebagai hak petent penciptaan. Agar karya anak bangsa ini bisa mendapatkan royaltynya. Jujur jika dampak positif ini dapat dirasakan langsung oleh penenun ikat, maka aka nada kreasi baru untuk menciptakan motif baru yang lebih memukau. Namun sentuhan perhatian berupa dana, dan perlindungan hasil karya anak bangsa tidak pernah diberikan samasekali oleh Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat.
Mengapa saat menjelang masa Pemilihan Kepala Daerah yang baru, selalu saja ada program yang berbasis ekonomi mikro dadakan dari penguasa kepada rakyatnya?????. Lalu dimana selama ini jika rakyatnya membutuhkan uluran tangan mereka.!!!!!!!. Dimana wujud perhatian Pemerintah terhadap rakyatnya yang melarat sesuai konstitusi yang ada?????. Jangan lagi memanfaatkan kultur budaya local untuk kepentingan politik pragtis penguasa, karena itu hanya akan menyulutkan bara api dendam dalam sekam. Jika bantuan itu hanya bersifat politis dan pencitraan diri, jangan datang dan lukai lagi hati rakyat. Sebab tanpa bantuanpun rakyatnya bisa mencarimakan sendirisendiri.
Proses Finising
Dari catatan arena “Workshop Tenun Ikat” di Pulau Ndao, Kabupaten Rote Ndao pada tahun 2012 selama seminggu ini bisa dijadikan bahan perenungan bukan pencitraan diri. Dengan mengatasnamakan masyarakat miskin, bodoh dan terizolir kita membentuk kelompok tenun ikat dadakan. Tanpa memberikan mereka fasilitas, pendampingan yang lebih baik dan suntikan dana yang memadai. Aduh betapa mirisnya kita yang berkuasa, karena dengan bangga dan rasa percaya diri yang tinggi kita memperkenalkan kepada dunia luar bahwa inilah kelompok binaan kita. Sebuah modus “Black Politic dan Pencitraan Diri”, yang suka dimainkan oleh penguasa kepada rakyatnya.
Yang pasti selama ini tidak pernah terbentuk kelompok tenun ikat yang didanai di pulau tersebut oleh Pemerintah Daerah. Kalaupun ada, itu hanya bentukan dadakan, karena kepentingan tertentu untuk menyalurkan hasrat kekuasaan dan pencitraan diri. Sebab selama ini tak pernah ada satupun kelompok binaan pemerintah kepada masyarakatnya disana. Sebab usaha masyarakat di Pulau Ndao dan Nuse adalah bentuk usaha individu untuk mempertahankan kearifan Kultural Budaya Daerahnya dan murni usaha untuk mempertahankan hidupnya dari kemiskinan yang selalu menjerat mereka karena begitu terisolirnya pulau tersebut dari fasilitas.


Tidak ada komentar: