Sabtu, 16 Juni 2012

MELATI PERMATAHATIKU


keharumanmu tetap menjadi pujaan insan
meski akarkakarmu tumbuh subur oleh airmata
tubuhmu lelah menyeret kenyataan hidup
namun keindahanmu senantiasa berpijar
mengantar gairah cinta menujuh pelaminan
menjadi kekuatan yang mengaliri nadi

warnamu adalah symbol kesucian cinta
menyelaraskan diri dalam irama perbedaan
menjelajahi kehidupan dengan keindahan kasih
menyusun kehidupan dengan keabadian yang harmonis
meski alam kadang tak pernah bersahabat denganmu

jujur hatiku terpikat padamu
setiap aku membaca kepahitan hidup
dan jejakku menemui kebuntuan
kaulah cermin tempat aku melihat kehidupan
tempat menyandarkan akar pada cadas
dalam diam kau mengirim kekuatan
tempatmu tegar berdiri menantang badai

Jumat, 15 Juni 2012

HARUS BISA



tak ada jejak yang terpeta di tubir hari
selain luka dan risau
ini adalah buah masa lalu
yang tak terkikis dari sanubari
musim terus berlabuh dalam ruang kenangan
namun tak bisa ku terus berdiri disini
harus ku simpan pagiku di seberang badai
meski angin masih melukis senyummu di wajah pagi

biarlah ku bawa luka yang menganga
menjejaki bersama kisah yang enggan membawah hatimu

Senin, 11 Juni 2012

BERCINTA DI MAYA




mungkin aku hanya bayang
terlihat namun tak bisa kau peluk
dalam debar dada
namun tak bisa dirasa dengan indra
kita hanya sepasang rindu
yang saling bercumbu dalam gairah yang bisu
namun satu hal yang pasti
kita tak pernah menangisi perpisahan
namun senantiasa bersama dalam pertemuan
karena kita telah menikah dalam jiwa
menjelma dalam doadoa kerinduan
yang kita bangun di atas cinta

PILIHAN



kadang aku berpikir
mencintaimu adalah sebuah kebodohan besar
karena ketika memilihmu
aku telah menutup pintu hati untuk orang lain
aku telah memenjarakan hatiku dengan kehilangan logika
sebab aku harus setia menyusuri jejak waktu
teruji dengan beribu kecemburuan
mengigil pada malammalam penuh kesepian
memujamu dengan keindahan yang paling puisi
tanpa merangkulmu dengan sebuah pelukan
yang mengisyaratkan sebuah kebahagiaan
kau tahu betapa pedihnya jiwaku yang sendirian
dengan sepi yang telanjang kian erat terikat
tapi aku tetap memilihmu
karena ku yakini segalah sesuatu akan indah pada waktunya

akan menjembatani dua hati

Minggu, 10 Juni 2012

JENDELA KEHIDUPAN



kesedihan jangan biarkan menjeratmu
meski itu adalah manusiawi
sebab realita untuk di hadapi bukan di hindari
ada banyak hal yang bisa di sulap di negeri ini
sang koruptor tertawa diatas tangis dan dara si miskin
namun itu bukan berarti
keadilan tak pernah memiliki pintu
pintu itu ada meski untuk mengetuknya sangat sulit
tapi setiap tangan memiliki hak untuk mengetuknya
namun meninggalkan tanda tanya
apakah masih ada yang membukakannya

MERINDUIMU



sayang, aku merindui senyummu
dalam rangkulan senja dan jingga pelangi
ketika helai kalender membunuh dirinya
hingga musim terus berganti wajah
dan kitapun semakin salah menafsirkan binar perasaan
yang selalu menjarah makna kesetiaan
karena sibuk mencurigai dan cemburu
sehingga kita lupa pada kenangan semanis anggur
saat ikrar kita bangun dengan tangis

dalam diam aku merinduimu
sehingga selalu membahasakan senyummu
yang seanggun mawar gunung
bermandikan embun pagi yang meneduhkan jiwaku
membawah hayal menerjang gerbang waktu
sebelum kenangan lenyap oleh bara cemburu



sayang, semua tentang dirimu
telah ku tulis dalam diari dadaku
ku selipkan beribu makna cinta
mengalahkan segala logikaku
yang mampu merubah empedu semanis gula
menjembatani jarak kian dekat dengan perasaan
hingga kita tak perlu takut akan ada perpisahan

SENJA DAN CINTAKU


senja yang kemarau
saat angin sabana bertiup mengigilkan raga
penuh debar rindu, ku buka emailmu
terbaca lewat kedip monitor
rindu yang sama menyelimuti dada
dimana mimpimimpi menghiasi penat malamku
yang selalu memuara di hati yang dermaga
ku maknai segala pesan rindu mu
yang tersusun dalam setiap abjad
yang kau selipkan di setiap alinea
sehingga kenangannya terbaca
dalam ikrar yang menyatukan kita
dengan kerinduan yang paling puisi dalam hidupku

Kamis, 07 Juni 2012

PERJALANAN CINTAKU



aku juga tak pernah mengerti
mengapa cintaku tumpah dihatimu

jujur yang aku tahu
ku mengenalmu,
seperti air yang memadamkan api
dingin, sejuk, teduh, dan lembut
sisahkan kepulankepulan rindu, juga bara cinta

namun perpisahan ini selalu menggelar jarak
tapi aku akan setia mengantar rindu ke beranda hatimu
menenangkan gelisah hatimu
agar kesepian dan kesedihan tak erat memelukmu
sebab kita telah membangunnya dengan kuat

Malam sehari sebelum berangkat kotamu dalam menjalankan tugas, kita habiskan waktu berbagi lewat telepon seluler tentang rindu, keinginan untuk kembali menggali kenangan, juga cinta yang sekarat didera kesepian. Katakata purba yang tak akan pernah kehilangan makna pun kembali terucap “aku kangen kamu beib” “aku cinta kamu sayang” “benar aku sangat rindu” aku juga kangen sayang lalu berjuta kata mengalir dalam obrolan panjang yang tak pernah usai tentang segalah rencana kita ke depan, tak lupa menginggatkan “ agar mengabari jika sudah tiba” di akhiri ucapan selamat malam “ met bobo sayang,.. have a nice dream beib”.
Dinihari, nada sambung khusus buatmu bordering. Setelah ku angkat ucapmu “beib bangunlah sayang, cepat mandi biar tidak terlambat pesawat”. Aku akan menyiasati hari agar kita bisa bersama tanpa gangguan aktifitas apapun, telponlah aku bila tiba, kalau bisa aku akan menunggumu di stasiun beib. Lekaslah berkemas sayang. “ia sayang”, jawabku “aku berkemas dulu ya sayang”.
Pagi yang dingin, ketika embun masih mengunci lelap kantuk. Namun waktu telah mengetuk pintu, padahal penatku belum lunas setelah semalam lelah  mengemas wajah rindu di mimpiku. Satusatu kenangan terus berlari menyapa, merapatkan selimut hati yang menghangatkan wajah teduhmu, dalam dekap bawah sadarku sebagai muara tempat kita menerima jarak. Saat tiba di bandara El Tary Kupang semilir bayu mengoda punggung ilalang, kelembutannya memagut jiwa melepas senyum di sela deru burung besi di landas pacu menujuh Jakarta yang senantiasa menyodorkan petualang tempat singgah jiwajiwa kesepian dimana aktifitas tak akan pernah tidur. Selalu bising.
Seperti biasa sapa lembut pramugari senior mulai memberi arahan sebagai suar sebentar lagi pesawat akan meninggalkan landas pacu menujuh tujuan, sambil menebar senyum. Senyum  yang mulai menggodaku dalam bayangbayang wajahmu. Jujur kalau bukan karena rindu, bayangmu tak pernah ku ajak berkelana ketika bumi mulai kehilangan jangkauannya.
Saat keluar dari kebisingan cengkareng, jalan masih terpeta jelas dengan bayang bayang akasia penuh debu, tegak bersaing rumah kaca dan menara beton tegak dendangkan madah luka kehidupan social di bawahnya. Taksi pun di kebut. Knalpotnya selalu membagi timbal berlomba dengan waktu, diantara hiruk pikuk dan pekik klakson ketika kemacetan kembali menjerat. Teriakan anakanak jalanan berbaur dengan pengais rejeki di lampu merah bersaing riuh dengan mentari yang garang membakar ubunubun dalam detak waktu yang senggamahi hidup, hingga taksi pun merapat ke penginapan.
Setelah usai menjalankan tugasku, hari ini kita akan bercerita tentang sua, dimana sebuah pertemuan yang paling hangat di hati selalu menghantui, jerit keluh tentang mimpi yang belum juga rabun. kamu akan menemuiku hari ini. Dengan debar gelisah. Segelisah detak jam tua di gerbang Pasar Baru Jakarta. Anganku kembali menerawang, kilas balik pertemuan dulu. Selalu saja waktu tak pernah cukup untuk mengisi angan dan rencana dalam ruasruas jalan yang meninggalkan mimpi di ruang sunyi. Tempat aku menanam kenangan ketika sua kita tempo hari di rorompok. Kenangan yang selalu memeram letupanletupan kerinduan, hingga matang dalam penantian. Lalu kembali perpisahan datang bertandang. Ahhh kita selalu menyembunyikan kenangan di balik airmata kebahagiaan. Disanalah tempat merajut kerinduan, agar bisa di rekat pada peta pertemuan. Tempat manghangatkan kesepian juga kerinduan yang mengigil.


Menunggumu dengan dada penuh debar. Jujur bangku yang ku duduki lebih menikmati kegelisahan hatiku. Sebab bayangmu seperti tertelan dalam kebisingan rutinitas ibukota yang gemuruh. Wajahku mengambang dalam genangan kerinduan. Ahhh betapa jarak ini seperti racun yang menyesakkan dada. Selalu merasuki jiwa. Ada getir kecemasan tergurat di kening hari yang risau, dalam menautkan risalah hati. Betapa tidak. Taksi yang mengantarmu terlalu tua, hingga selalu aku mengutuk waktu yang lambat di selah gaduh aktifitas siang yang begitu riuh. Laiknya perasaan gelisahku yang membunuh rinduku, dalam melontar kabar lewat pesan singkat selulerku. Aku mendadak kesepian di tengah keramaian. Di dalamnya aku melahap gelisahku yang membadai di balik dada yang mekar menanti kembang cinta yang kau bawah untukku.
Disela lamunan dan kegelisahan hatiku. Selulerku kembali memberi sinyal dari sebuah pesan masuk “ beib. Ku terjebak kemacetan, sekarang lagi menujuh tempatmu”. Harupun  mulai sesaki dada, berebutan tempat dengan bahagiaku. Kini aku bisa tersenyum. Mengingat  loronglorong yang pernah ku titipkan mimpimimpi indahku di dadamu. Dan saat ini aku telah menjemputnya. Saat yang teramat indah. Saat yang sangat menentukan hubungan kita ke depan.
Hari ini jelma seribu warna pelangi dalam hidupku. Betapah tidak. Kunikmati kerinduan ini dalam isyarat cinta penuh debar. Laiknya rintik embun pada putik rose liar setelah kemarau meranggaskan pucuknya. Sambil menggengam jemari tanganmu, kita melangkah menyusuri loronglorong kehidupan ibukota, loronglorong yang kelak menjadi kenangan kita.
Di temani alunan musik sambil menunggu makan siang, kita berbagi cerita tentang kerinduan yang padat, menemani waktu yang merambat. Sesekali jemari kita saling memilin dan memuara dalam binar tatapan yang penuh sipu.
Senja bergelayut manja dalam dekap lengan cakrawala. Demikianpun kamu selalu manja bergelayut dilenganku. Harihari yang kita lalui bersama selalu penuh gairah. “Beib aku bahagia banget bisa bertemu dengan mu dan memilikimu”, maukah kamu berjanji untukku, berjanji untuk tidak meninggalkanku” katamu. “Sayang bukankah hari ini kita bersepakat untuk membangun kehidupan cinta kita ke depan. Dengan cinta yang tak pernah terpisahkan?”. kataku sambil menatap matamu dengan penuh ketulusan cinta. Dan ikrar itupun mulai mengalir dalam nadi kita. Beib tak akan ada seorangpun bisa mencuri rasa kebahagiaan ini. Karena rasa itu selalu ada dalam ruang hati yang penuh rasa syukur. Dalam pengertian tanpa standar apapun. Rasa yang senantiasa mengirim doa untuk menerangi langkahmu, dengan kerinduankerinduan yang paling puisi dalam hidupmu. Selamanya ia memilih berumah di hatimu dengan cinta dan setianya yang abadi.
Waktu berlalu begitu cepat. Tak terasa. Perpisahan itu kembali datang bertandang. “Aku salah, jika mengira air mataku telah kemarau setelah puas menenggelamkan suka cita atas ikrar ku untuk berlabuh di dermaga hatimu. Aku kembali salah menafsirkan. Bahwa  airmataku telah kering dan aku tak akan pernah menangis lagi. Sebab jarak juga interval waktu yang membelengguku begitu lama, bisa menjadikanku kuat. Tapi ternyata tidak. Aku rapuh. Kau tahu, aku jatuh. Jatuh tersungkur oleh keangkuhanku, di atas jiwa seorang lelaki yang berusaha untuk tegar. Aku telah meminum asinnya airmataku sendiri dengan dahaga yang amat sangat.
“Beib aku ga kuat, aku ingin menangis”, katamu sambil menyusupkan wajahmu ke dadaku. “Menangislah beib bila itu membuatmu sedikit lega”, kataku mengecup keningmu sambil memelukmu semakin erat dengan harap agar kamu kuat. Padahal diriku sendiri tak juga cukup kuat menahan beban ini. “Sayang. Aku akan menangis hingga terkuras seluruh airmataku dari dalam telaganya, agar kelak tidak akan adalagi airmata,  jika saat seperti ini kembali datang bertandang.
Sedihpun mulai sesaki dada, berebut tempat dengan bahagia. Ku genggam tanganmu semakin erat. Reflex kamu memelukku semakin ketat, isyaratkan tak mau berpisah. Ku tahu perpisahan ini sangat berat bagimu, terpeta jelas dari gigil tubuhmu, juga getar dadamu menahan isak. Ketika tiba di terminal bus yang mengantarmu pulang, sebelum berangkat dirimu turun terakhir kali. Lalu  memeluk dan mencium ku, entah itu untukku atau untuk perpisahan itu sendiri. Kemudian pergi. Lewat buram kaca jendela bus atau mataku yang mulai meretaskan airmata, atas perpisahan ini ku lihat dirimu masih galau. Ku masih berdiri di sisi gerbang terminal, melambaikan tangan untukmu dengan getar perasaan yang aku sendiri tak pernah tahu, apa itu untuk dirimu atau perpisahan itu sendiri. Sebab yang ku tahu hanya sebuah rasa kehilangan yang amat sangat. Diri mu semakin jauh lalu lenyap ditelan jarak. Tapi bayangmu, suara dan tangismu terus terdengar di sekelilingku. Sampai saat ini.