Rabu, 05 September 2012

TERKAPAR KARENA RINDU



detik tak lagi berdetak dalam dada
sebab sepi telah memagari menit hingga hilang maknanya
pada jamjam malam, mimpi mulai terbuka pada nyata
melumat wacana dalam rindu, hingga tak pernah kembali
pada tahuntahun yang menertawai kesendirian
lihatlah rindu penuh luka
jangan lagi tanya, jiwaku yang terkapar
sebab makna tak ada lagi dalam kata
telah menggelepar dalam jerit seribu puisi

meski hari ini banyak senyummu yang mampir
tapi tak kuasa memadamkan hasratku ingin bertemu
kesepian ini telah membakarku
hingga jelaga jiwaku tak bersisah meski hanya puing

aku menunggumu hingga subur ubanku
haruskah terus ku senggamahi sepiku

APATIS


saat ini kita tak lagi ramah, hati tak lagi saling peluk
selalu sibuk menagih kesetiaan
dengan baragam dalih atas nama cinta
padahal masalalu selalu akrab dengan ingkar
atas nama kesetiaan kita terus menagih

kita semakin jauh
meski hanya di pisahkan selembar jarak
menghampar rona suram potret kesetiaan
bertarung nyawa menundukan kesepian
dan berharap bisa mengibarkan bendera kemenangan

aku rindu kembali ke huma masa lalu
yang rindang asri dan sejuk setiap waktu
di sini kita tak pernah duduk tenang
walau hanya ingin merasakan asinnya airmata kebersamaan
sebab kita selalu telanjang bercermin pada waktu
di mana perjalanan kita kalkulasi dengan rumit
hingga kita semakin merasa tak pernah puas

MENGAPA KAMU PERGI????



senja ini kamu menudingku
dari balik jendela mayamu “aku ingin bicara” katamu
di temani langkah tergesa aku nanar
terdiam dalam galau, dan engkau mulai ragu,
dilanda lamunanku
“bicaralah” ucapku menembus kelam
“aku ingin melepas ragu yang tersimpan
dalam hatiku, aku ingin mengetahui hatimu” katamu

mata ku masih menyimpan sangsi
dari balik jendela hati ku berkata
lalu mengapa kamu pergi
saat hatiku pernah ku titipkan di hatimu
lalu kamu membuatnya berdarah lalu pergi

saat ini, aku tak ingin berbagi lagi
dengan ingatanmu tentang rindu itu
rindu yang hanya sekedar membunuh sepi
lalu mati, terkunci dan hanya memeram catatan biru
hingga aku alpa dan mulai menanggalkan nyata
lalu merindui mayamu

HANYA SATU KATA "LAWAN PENINDASAN"



waktu terus meninabobokan kita dalam lena mimpi,
tanpa bisa menola,padam niat memberontak,
sebab kita hanya hiasan kumuh, tak pernah di gubris
sebab kerakusan,telah menanam cakarcakarnya di seluruh huma
mencakar keangkuhan langit,dengan keserakahannya

kita hanya menuai tangis,di ujung kisah kematian
tak ada lagi lahan resapan,maka jangan salahkan banjir
sebab bandangnya selalu terpetadalam bening mata anakcucumu
melumat setiap tangis,lalu bercerita lagi tentang kehilangan
terulang dan terus terulang, dalam desah nafas dan butiran keringat
yang menghancurkan hidupmu
tak ada waktu istirah
tanpa mimpi indah pada malammalammu

disini kita berdiri di bawah panji cemerlang
tanpa serdadu berwajah garang
wajahwajah lusu yang matang kemiskinan
juga luka kehilangan kepercayaan
telah menuntunmu sebagai pemimpin
agar bisa keluar dari masa kegelapan
menyemai semangat ampera
memberantas kelaliman dengan satu kata “LAWAN”

jangan biarkan mereka mengotori tanah kita
tempat kita menabur harap, menyemai nafkah
tempat arwah tetua kita memberi amanah
tempat selaksa belulang terkubur demi kemerdekaan
jangan lagi lahirkan malingkundang zaman
yang terbelah dari rahim keserakahanmu

UNTUK MU



I.
jarak ini telah membuat lelah jiwaku
ku selalu mengunya pahitnya kesepian
menelannya dengan ikhlas
saat perasaan dihempas ketidakberdayaan

jika cinta itu ibarat sepasang tangan
harapku, jadilah tangan untukku
yang bisa mengeringkan airmataku,
memeluk resahku, juga membelai jiwaku hingga tentram
II.
pada kedip monitor ku tatap wajahmu
masih seperti dulu senyummu
meski ada yang meriak di rinai matamu

ku jadi  ingat,...
tak henti ku menatapmu di sebuah gerbang pasar kota
meraba rasa yang tertanam penuh kerinduan
kini,.. ku tinggalkan berlembar kenangan padamu
perempuan yang berhati ibu,

saat ini kita mulai menghitung jarak di depan
dengan selembar tiket, lalu kalkulasi musim
mengeja kesepian, menimbun rindu
dengan asa yang tertunda
III.
aku selalu mengingatmu
dengan cumbuan panjang masa lalu,
dimana hangat nafasmu masih tertinggal
lembut memagut waktu hingga berhenti
menyisakan kenangan yang kian membuncah

cinta telah lahir tanpa restu
bersenggama dengan dogma hingga terlalu naïf
menerjang norma, menelanjangi realita
tapi entah mengapa rindu ini kian masak
hingga aku kehilangan logika dengan segala prasangka