jalanku tetap terpeta jelas
bayangbayang perdu penuh debu
tegak dendangkan madah lewat desir bayu
ketika mentari retak membakar ubunubun
pengais rejeki di dada bumi
entah berapa ribu lie jarak terbentang dalam detak waktu
yang selalu sengamahi letihnya hidup
saat sungai letih mengalir, dan rantingpun luruh
kehilangan birahi
ketika jumawa mentari menghanguskan sisa asa
dimana mimpi mulai berangkat senja
selalu saja berteduh dalam getirnya kemelaratan
memudarkan hijaunya keramahan
masihkah kita membuahi asa di lahan yang kelu
meski selalu lahirkan kesakitan
aku kehilangan pijakan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar