Rabu, 02 November 2011

DURHAKA


kita tak pernah bisa membaca garis takdir
meski rencana telah matang ditanak
dengan asa yang menggapai bintang
tapi hidup adalah sebuah kemungkinan
waktu dan perjuangan adalah tembok yang terkunci kenyataan

tubuh yang penat mulai mengemis detak jam
seolah menggugat “ kenapa keadilan tak ada”
hingga kita selalu yatim piatu dalam melangkah
mengemis hingga nuranipun dipatahkan akal licik
mengamputasi tangan kewajaran yang kita cipta

jejakjejak hitam berteriak kegirangan
saat hasrat mempertemukan kita dengan tualang
mengakali laporan dan menutup buku suci dengan upeti
lalu kita pun bangga dan bersorak kegirangan diatas podium
sebagai seorang pecundang yang menerima trophy kemenangan

dulu sebuah masa paling ku benci
sebab ayahku lumpuh memanggul beban hidup
ibuku nyaris mati karena menyusuiku dari dada busung laparnya
meski hawa kehidupan masih memberi suaka
untuk membangun dan menghimpun kehidupan
walau nalar enggan membaca garis nasib

lihatlah “nak” nafas ini kian lelah
syaraf nadiku telah pecah, mencari sumber kehidupan
hanya ini yang tersisa “darah sebagai mataair
karena iblis telah bersekutu dengan manusia
“tahukah kamu nak” kami telah bersekutu dengan waktu demi hidup
hingga tak bisa membedakan musim sebab semuanya terasa pahit
tapi itu tak membuat kami mati dalam kemunafikan
kita tak pernah mencari celah agar air susu ini terasa manis
kamu telah tumbuh dan besar dari asinnya kehidupan
janganlah kamu gadaikan keyakinanmu

kini katakatamu bagiku tuli dan buta
sebab aku tak ingin mati sekarat dengan memakan keyakinanmu
lalu menderita seperti kalian,..
maafkan aku yang menghianati wasiat kalian

KESEPIAN


rindu yang luruh tiap detak waktu
laiknya kaktus yang berduri
sendirian, tegar, kokoh hingga embun bersenggama dengan waktu
menggauli masa, hingga lahir kembang indah
demikianlah asa selalu hadir dengan beribu wajah
aku, kamu dan dia, akan menutup risalah hati di ujung senja

catatlah dalam memoar kehidupanmu
selagi kematian belum menjeratnya
demi cinta, yang menabur rasa sebagai benih di rahimmu
kerinduan yang menghembuskan roh sebagai jiwa
lalu lahirlah puisipuisi cengeng di kedip monitor
sebagai anakanak masa yang bercerita
tentang riang dan indahnya cinta

jujur,.. rindu adalah kematian yang terburu datang bertandang
menghentak jarak yang tak percaya
menutup dusta dengan tulusnya rasa
yang selalu memaksa keinginan untuk selalu bertemu

CINTA MAYA


kita bertemu pada kesepian yang sama
terbingkai lewat kedip layar monitor laptop
bisu dalam raga namun riang dan mesra dalam jiwa
akhirnya kita bersepaham meresapkan rindu yang asin

malammalam kita selalu bicara tentang paginya cinta
hingga wajah kita lesuh muntahkan keinginan bertemu
ketika cinta meminta keharusan
dimana kita hanya menanak rindu lewat mimpi
pada tungku harap,tanpa bara cinta sebagai penghangat

INGGIN KU


ku ingin manata kanvas dan melukis rindu
saat hembus bayu pagi, laiknya jemari
yang menyibak gerai anakanak rambutmu,
agar tak terhalang cinta yang kau titipkan lewat senyum

ku ingin menata orchestra dan memainkan simphoni
saat serangga malam bercengkrama dengan hening
yang pulang dengan kelegaan
setelah saling mengungkapkan rasa
agar tak terhalangi rindu yang kau titipkan lewat irama musim


sebab aku hanyalah pengembara waktu
dan kamu adalah peta kenangan
yang mulai kehilangan kompasnya
ada cemburu yang mengintai kelemahan kita
ketika segalah rasa mulai kehilangan hati

ketika rindu terpenjara dalam mengemas rasa yang yatimpiatu
haruskah ku penjarakan hatimu dengan tangis rindu dan cemburuku?
agar harihari selalu mendapati wajah kita kelelahan
karena terlalu sering bercerita tantang luka dan kehilangan
saat cinta meminta pertanggungjawabannya?

sementara jarak ini semakin teraniaya dalam interval waktu yang menjerat
tak ada lagi waktu mengepak kenangan
atau sekedar membuka simpul silaturahmi, agar kita sua lagi

aku phobia,…..
karena selalu bermain dengan kesepianku

RINDU



hatiku laiknya stasiun yang setia menunggu
silih berganti datang dan pergi dalam lekat ingatan
sementara jarak menggenggam kerinduan
kelak waktu yang menjawab semuanya
sebab takdirlah yang mengeja kenyataan

ku tertunduk, tanpa sanggup menembus tatapmu
redup dalam reruntuhan kegalauan hingga sesat
dimana malam adalah tempat kita membagi luka
meski masih tersisah purnama dihatimu
tapi tak mampu ku dekap
sebab mendung datang menceritakan risalanya
hingga aku tersesat dalam pekatnya malam

saat ini hujan masih menari di bingkai jendela
lebih memahami rindu yang lebih dulu datang
hingga dinginnya kudekap dengan hampa
maafkan aku, jika pelukmu tak terbalas

rindu,..
aku telah menelan racunmu