pernakah kamu pikirkan itu
dengan hati yang tulus kami memilihmu
dengan rusuk dan perut lapar kita menopangmu
meski kamu diamdiam mengafani kami dengan hidup yang tandus
setelah kemarin menyuling keringat,
airmata dan darah menjadi anggur
dalam pertemuan rahasiamu dengan pelacur yang bernama eksekutif
itupun kami hanya bisa memandang bintang tetap duduk di kepalamu
berlidah anjing kamu selalu menyalak atas nama konstituen
agar pembangunan berjalan di tempatmu
dan kamupun berubah menjadi benalu didalamnya
dengan menumpang pada bara penderitaan kami
tak ada niat menanam benih nurani
atau sekedar bertamu dan mendengar keluh kami
demi dapur yang tak pernah ngepul berharihari
kamu hanya datang dengan keranjang kenangan
saat bintangmu mulai redup
lalu menawari angan dari usus busukmu
“ inikah suara yang kita satukan?” dengan ikhlas