bunda
kemana
petuahmu yang aku sebut kolot
kemana
rangkaian lokomotif perintahmu
yang
aku sebut nyanyian kampungan
sudah
bisukah
saat
uban menggiringmu menapaki senja usia
aku
menyesal menyebutmu demikian
setelah
pergimu aku menyesalinya
mengapa
aku tak ingin menemanimu
memandang
mentari yang mengatupkan mata jingganya
tanpa
keluh dalam peluhmu
dzikir
menjadi nyanyian bibirmu
tak
lekang waktu pujianmu pada sang khalik
retinamu
dalam rabun
masih
saja tajam menukik pada ayatayat Suci
aku
iri melihatmu banyak menanak bekal
dalam
sisa perjalanan mu
bunda
Tuhan begitu mencintaimu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar