kita setubuhi jalanan pada setiap
sudutnya
bersama asap cerobong dan timbale
laiknya kabut
yang menebar kematian pada setiap
saat
waktu hanya pandai mencatat
rentetan peristiwa
pun hanya bisa menyimpulkan makna
tapi tak bisa membaca kenyataan
penyamun yang berkuasa
kelaparan mencari tuannya yang
bernama harta
sisahkan liurnya sebagai
cenderamata
dimana rindu akan langgengnya
kekuasaan
membuat mereka memuja laiknya Tuhan
pada setiap inginnya
jelata hanya bisa menghitung asinnya
peluh
sebab waktu tak pernah bisa di
putar kembali
pada detak zaman yang telah menemu
kematian
lenguhan adalah nyanyian takdir
yang telah di goreskan
hanya merusak pikiran dan
menghambat langkah
aku hanya pengembara waktu
telah tahu saat kematian, tinggal menunggu
waktu
dimana kemiskinan menganugerahi
candu yang berbisa
sementara kamu dengan tenang yang
tak terbaca angan
meyakini sisi yang berbeda dari
hidup ini
hingga tak perlu meminta
pertanggungjawaban atas kecurangan
sebab waktu terlalu cepat menutupi
kebohonganmu
zaman telah mengubah demokrasi
menjadi rasa apatis yang narzis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar