Masih menyisahkan traumatic yang dalam di diri nelayan Rote Ndao, ketika kilang minyak milik, PT. TEP Australia pada 21 Agustus tahun 2009 mengalami kebocoran sehingga kurang lebih 2.000. barel minyak, gas dan kondensat tumpah ke laut. Kasus montara ini telah menghancurkan sendisendi perekonomian daerah ini tanpa sebuah penyelasaian yang jelas, padahal perlu bertahuntahun untuk memulihkan dan membangun kembali ekosistem yang telah rusak.
Rote Ndao adalah daerah kepulauan
dengan porsi wilayah laut yang lebih luas, merupakan sebuah anugerah Allah yang patut kita syukuri. Laut merupakan kekayaan alam yang seharusnya membentuk identitas dan jati diri daerah ini. Di sinilah nilai jual kita sebagai nenek moyangnya nelayan yang menjadi salah satu daerah pengeksport hasil laut perlu dilestarikan, dikembangkan, diperbaharui dan di jaga ekosistemnya agar menjadi asset menujuh masa depan yang cerah.
Akan tetapi saat ini laut yang dimiliki di daerah ini semakin lama semakin memprihatinkan, berbagai kerusakan laut makin banyak di temukan, pengambilan ikan yang menggunakan “Pukat harimau”, potassium, dentum trinitrotoluene (TNT), pembukaan tambak udang, bandeng, dan tambak garam tanpa pengelolaan dan penanganan yang professional tanpa memperhitungkan dampak lingkungan dengan baik telah merusak ekosistem pantai dan hutan mangrovenya. Belum lagi pencemaran laut berupah limbah rumahtangga, industry kecil (tailing) yang ratarata bermuara ke laut. Yang terparah adalah proses sedimentasi pada muara oleh sampah dan material lainnya yang menumpuk membuat hutan mangrove dan hewan di sekitarnya mati. Kita lebih mengutamakan target pendapatan tanpa memperhitungkan kesiapan dan kelangsungan hidup dari sumber daya alam ini terabaikan. Sehingga pada akhirnya daerah akan mengalami kerugian yang lebih parah karena ketidak seimbangnya ekosistem ini.
Kekayaan alam yang potensial dan unik ini membuat mata dunia sangat terkesan. Oleh sebab itu kita perlu menjaga dan mengembangkannya dengan baik. Salah satunya adalah konservasi alam dan ekosistemnya agar tetap terlindungi dan alami kelestariannya.
“Ekosistem Mangrove” merupakan ekositem pelindung pantai dari abrasi air laut dan pengendalian dampak lingkungan hidup yang secara signifikan memberi kontribusi dalam proses penyerapan karbon untuk menekan emisi gas rumah kaca yang menerobos atmosfir. Hutan mangrove dan lamun adalah penyeimbang iklim dan penyerapan karbon, untuk itu perlu kita lestarikan secara arif dan bijaksana.
“Ekosistem Pantai” adalah daerah yang di pengaruhi oleh siklus pasang surutnya air laut. Dimana organisme
yang hidup di sini memiliki adaptasi structural sehingga saling melekat erat
membentuk rantai makanan yang saling menopang.
“Ekosistem Estuary” merupakan tempat bersatunya sungai dan laut yang di pagari oleh lempeng lumpur intertidal yang luas atau rawa garam. Dimana salinitas air berubah secara bertahap yang dipengaruhi oleh siklus harian dengan pasang surutnya airnya dimana nutrien dari sungai sangat memperkaya estuary tersebut. “
Ekosistem Karang” merupakan komunitas terumbu karang dan organisme lainnya yang hidup di daerah tembus cahaya matahari sehingga fotosintesis dapat berlangsung. Ekosistem ini di denominasi oleh coral yang merupakan kelompok cnidaria yang menyusun substrat tempat hidup karang lain.
“Ekosistem Laut” ditandai dengan salinitas (kadar garam) yang tinggi terutama di daerah tropik dengan variasi kedalaman yang berbeda, yaitu litoral adalah daerah yang berbatasan dengan darat, dengan variasi kedalaman
neretik, batial dan
abisal. Ekositem-ekositem ini merupakan mata rantai kehidupan juga rantai makanan yang tak dapat dipisahkan.
Solusi yang sangat sederhana mulailah dari dalam diri kita sendiri dengan menanamkan kesadaran individu agar jangan membuang sampah sembarangan dan kurangi produksi sampah yang tidak mudah terurai (plastic, sterofoam, karet dan lain sebagainya), hentikan pembuangan limbah rumahtangga dan isndustri ke laut atau sungai yang nantinya bermuara pada laut sehingga terjadi penumpukan sedimen pada permukaan pantai, hentikan pembukaan tambaktambak udang yang merusak hutan mangrove dan ekosistemnya, pengambilan ikan yang menggunakan “Pukat harimau”, potassium, dentum trinitrotoluene (TNT). Solusi lain yang sangat tekhnis adalah bagaimana mengurangi dan menghambat pengrusakan ekosistem ini dengan aturan dan sanksi yang tegas tentang dampak dari persoalan ini, tekhnologi, metode dan cara mengurai sampah, merehabilitasi pantai dari sampah dan abrasinya, menanam dan peremajaan kembali mangrove, dan merehabilitasi terumbu karang yang mati dan hancur.
Oleh sebab itu mari kita kembali melestarikan dan menanam mangrove, merehabilitasi karang, membersihkan sampah yang mengangkangi pantai dan muara agar kita bisa terus mendengar lengking elang laut, teriakan camar, dan canda manyar mengangkangi rimbunnya mangrove, dimana jala nelayan tidak lagi menjerat buih amisnya sampah. Agar anak cucu kita bisa terus melihat birunya safir yang tidak lagi dikerat cemar limbah dan polusi. Mari kita perangi hantu potassium, dentum trinitroluena dan keserakahan pukat harimau yang meracuni senyum ranum nelayan. Agar anak cucu kita bisa bercanda dengan si nemo yang lincah, menari riang diantara dekapan moluska dan belaian alga, melihat tarian liar pari anta dan akrobatik si dolphin, saat dugong dan mydas bernyanyi merdu.
Mari ke laut selamatkan senyum kecut nelayan saat sampan di labuhkan ke bibir pantai karena hari ini tak adalagi kehidupan di sana. Selamatkan laut berarti kita juga telah menyelamatkan ekonomi bangsa ini pada umumnya dan dapur nelayan pada khususnya, yang juga menu kita di meja makan.