Pulau terselatan wilayah Indonesia ini memiliki
ciri khas tersendiri dengan budaya lontarnya. Mulai dari alas kaki sampai ke alas kepala
menggunakan daun lontar sebagai bahannya. Aku teringat film “ kolosal romawi
kuno” dimana alas kaki para prajuritnya menggunakan kulit binatang dengan
anyaman melindungi pergelangan kaki pemakainnya. Di daerah ini alas kakinya
dianyam menyerupai alas kaki prajurit romawi tersebut dengan nama “ Ta’u Beis”
juga topi mirip cowboy meksiko tapi di beri rumbai dan antena dengan nama “Ti’I
Langga”, alat musiknya bernama “Sasandu” sejenis sitar atau kecapi dengan 10
dan 38 tali stream yang menggunakan daun lontar sebagai wadah penutupnya,
sehingga menghasilkan bunyi yang sangat merdu dan khas.
Pulau Rote yang tegak berdiri sebagai gerbang
paling selatan wilayah Nusantara ini terbentang di garis 11 derajat Lintang
Selatan. Suhu udaranya panas tropis, cocok untuk mereka yang menggilai wisata
pantai. Dengan luas kirakira 70 kali 30 kilometer, sebagian besar daratan di
kepulauan Rote ini berupa tanah dengan berbatu karang menawan. Tidak banyak
tanaman yang dapat tumbuh subur di pulau ini terutama di bagian utara dan
selatannya yang berupa pantai dengan dataran rendah kecuali itu di bagian
tengahnya terdapat lembah dan perbukitan. Di apit dua pulau besar Timor dan
Sumba dengan populasi sekitar 120.000 orang, sangat jauh dalam peta petualang
namun terasa dekat di hati ketika kakikaki telah berpijak di dermaga Kota Baa.
Pulau ini sangat jauh dari kesan menarik jika belum mengenalnya dari dekat.
Dengan memiliki pasir putih dan halus seperti tepung, keindahannya terus di
tuturkan oleh petualang dan peselancar dunia. Dengan permukaan pulau yang
berbukit, sabana yang luas dan beberapa danau kecil yang memiliki ciri khas
yang sangat spesifik, dimana airnya asin dan berbuih laksana salju di musim
dingin. Layaknya laut merah di timur tengah. Di wilayah pantai selatannya
terbentang tembok karang yang sangat terjal dan tinggi dengan gelombang laut
selatannya yang sangat dasyat. Menjadikan lokasi ini sangat sempurna untuk
menjajal kemampuan peselancar dengan gulungan ombaknya yang setinggi 3 sampai 5
meter dengan variasi gulungan sebanyak 8 gulungan seluas 1.200 meter sangat
terkenal karena sebagai salah satu penyedia ombak terpanjang di Indonesia. Yang
menjadi titik pencar para peselancar dunia yang biasa mengikuti lomba tingkat
internasional.
Kawasan ternama untuk peselancar dunia adalah
pantai Bo’a dan Nemberala berkiblat ke Laut Sawu di bagian baratnya, bagaikan
alunalun berpasir yang berhias lontar dan nyiur subur tumbuh berdiri walau
kemarau panjang selalu datang bertandang. Kecantikannya semakin sempurna dengan
perpaduan antara lanskap alam dengan masyarakat petani dan nelayannya yang
murah senyum. Warna-warni kedalaman air yang bervariasi telah melingkari
kelopak-kelopak hutan sabananya yang sulit dicari padanan keelokannya.
Walau jauh dari gegap gempita kota besar di
berbagai penjuru tanah air tetapi Pulau Rote tidak terlalu jauh tertinggal
untuk ketersediaan fasilitas wisata eksklusifnya. Yang telah di bangun oleh
beberapa pengusaha asing yang bekerja sama dengan warga pribuminya. Tanpa
meninggalkan tradisi dan kesederhanaan yang ditumbuh kembangkan dalam bentuk
rumah adat tetap nampak dari bibir pantai hingga dataran tinggi di perbukitan.
Kesamaan antara eksklusifitas dan kesahajaan ini bertumpu pada bahan bangunan
yang sedianya berawal dari satu anugrah alam, yaitu pohon lontar untuk bahan
tiang bangunan hingga atap yang melindunginya. Yang selalu berkiblat ke laut
agar tidak terhalang saat senja meninggalkan cakrawala di atas lautan Sawu
menjadi begitu spektakuler dan mengundang decak kagum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar