mungkin asinnya kehidupan telah
memeta di jiwaku
sketsanya setia memahat prasasti
pada kematian tak bernama
tapi aku memilih mendengar langkah
pagi yang memanduku
meski kadang langkahnya rentah dan
goyah
dengan luka yang membebani waktu
pada gugur helai kalender yang kian
dewasa
hingga tahuntahun tak bisa menahan
uban pada helainya
aku tak pernah menangisi kekalahan
juga kehilangan
semuanya hanya lintasan yang kelak
menjadi batu lompatan
sebab bagaimanapun kehidupan adalah
kematian
tinggal bagaimana kita merayu doa
dan menanak bekal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar