senja kembali melayari samudera
takdir
meninggalkan malam pada kelam
disini di buritan
aku sendirian berbahasa batu
memandangi camar berkejaran dengan
waktu tanpa jeda
dengan meninggalkan pekik tak
berumah kata
lalu malam menelan riangnya,
hingga menggelepar dalam pekat
bayangku masih saja setia
menanti mentari yang pulang
berganti sabit rembulan yang mengarsir
wajahmu
dalam kanvas kehidupanku
namun detak kecemasan lebih dahulu
memelukku
merapatkan bibir meng-eja jarak yang
terhantam rindu
sebab kelam tak akan pernah paham
tentang pusara
yang setia berbincang dengan bisu
sebab katakata telah terkunci dalam
dialog hati
menyisakan airmata pelengkap
sempurnanya sepi
dimana kerinduan mencari muara,
sebagai dewa penolong untuk
kesepiannya
(melayari semesta sepimu)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar